Selasa, 02 April 2013

DIAM DAN MARAH

Tidak ada yang lebih baik dari diam ketika orang terdekat kita sedang marah-marah. Kenapa? karena yang sedang marah pada hakikatnya akan selalu menyela dan kadang-kadang cenderung tidak terima apapun yang diungkapkan oleh partnernya. Bayangkan saja apa jadinya ketika kemarahan dibalas dengan kemarahan. Batu yang keras bertemu dengan batu yang keras. Sementara, air yang lembut dan cair bisa membuat bongkahan batu berlubang. Dalam persoalan ini, pilihan ada dalam diri kita, menjadi air atau batu.

Kamis, 08 Desember 2011

Sekian lama tidak ada yang berubah dari "rumah" saya ini, 3 tahun, bukan waktu yang pendek, itu bisa dibilang lama. Namun, 3 tahun adalah waktu yang sangat singkat, bandingkan dengan perhitungan Allah : QS As Sajdah ayat 5: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. Kemana saja selama ini??


Percayalah kawan, waktu itu amat sangat berharga, jangan sia-siakan setiap detik yang kau miliki. Cukuplah bagi orang-orang dengan masa yang terlewat yang mengalami dan kemudian memperbaiki setiap waktu tersisa. Kawan, jadikan setiap detikmu adalah hembusan nafas dzikir, ketukan jari yang bermanfaat, dan letupan-letupan pikiran yang menggugah semangat.

Minggu, 26 April 2009

GURU BARU BAGI ANAK – ANAK INDONESIA BERNAMA TELEVISI


Sulit sekali bagi manusia sekarang untuk tidak terlepas dari televisi, hampir bisa dipastikan bahwa setiap rumah tangga memiliki “kotak ajaib” ini.
Keberadaan stasiun televisi sangat membantu untuk kebutuhan akses informasi (berita, iklan, propaganda, dll). Selan itu merupakan sarana hiburan tercepat dan termurah (film, musik, dan program-program hiburan lain). Satu hal penting adalah, point positif kehadiran TV tidaklah boleh melenakan kita untuk begitu saja permisif terhadap semua program TV.

Pernahkah kita berpikir bahwa tidak semua program televisi layak untuk dikonsumsi dan perlu filter (ketika sebuah program disaksikan oleh anak-anak).
Seorang anak berusia 5 tahun tentu akan bertanya suatu dialog yang tidak dia mengerti ketika menyaksikan tayangan sinetron dengan segmen orang dewasa. Misalnya saja ketika muncul kata (mohon maaf sebelumnya) “berhubungan badan” dari sebuah tayangan TV, mereka tidak tahu apa maksud frase tersebut, namun hal itu tetap perlu dijelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh mereka.

Pointnya adalah, bukan terletak pada keharusan bagi orang dewasa untuk menjelaskan apa yang tidak dimengerti oleh anak-anak (sudah barang tentu itu adalah kewajiban) akan tetapi pertanyaannya adalah “bijakkah kita membiarkan anak-anak menonton secara sembarangan program TV?” atau “bijakkah kita membiarkan anak-anak menonton televisi tanpa pendampingan?”

Banyak orangtua kurang paham bahwa menonton televisi terus menerus bisa menyebabkan kurangnya daya kreativitas anak dan membuat perkembangan sosial terganggu. Bahkan yang lebih parah, kegiatan ini bisa membuat anak menjadi asosial, karena terus menerus di depan televisi. Sehingga perlu dilakukan gerakan TV Sehat bagi keluarga dan masyarakat dalam rangka membangun keluarga sakinah. Ketua PP Aisyiyah Dra Hj Siti Noordjanah Djohantini MM MSi mengemukakan hal tersebut kepada wartawan di ruang kerja Jl KHA Dahlan. Pertemuan dilaksanakan terkait diselenggarakannya seminar nasional dan TOT “Gerakan Melek Media Menuju Keluarga Sakinah”. (Kedaulatan Rakyat, 11 Januari 2008)

Mari kita tengok sejenak hasil penelitian dari Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) pada tahun 2006 terhadap 939 anak darilima sekolah dasar di Jakarta dan Bandung seperti dikutip dari kapanlagi.com. Hasilnya adalah;
• Anak-anak menonton televisi 3,5 jam sehari pada hari biasa dan lima jam sehari pada hari libur.
• Anak menonton sekitar 30-35 jam seminggu, atau 4,5 jam sehari sehingga dalam setahun mencapai kurang lebih 1.600 jam.
• jumlah hari sekolah yang hanya 185 hari dalam setahun :
- lima jam per hari untuk kelas 4-6 SD
- tiga jam untuk kelas 1-3 SD
- rata-rata anak belajar di sekolah dalam setahun hanya 740 jam
Bisa dilihat bahwa ternyata anak-anak Indonesia rata-rata lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi dari pada belajar (akademik). Untuk mendukung artikel ini, akan saya kutipkan pula artikel sejenis dari dari sumber lain.

Berikut ini adalah artikel tentang tayangan TV dan pengaruhnya pada kekerasan yang saya kutip dari radmarssy.wordpress.com/ dan eramuslim/swaramuslim.org

Hasil penelitian oleh Dr. Leonard Eron dan Dr. Rowell Huesmann dari University of Michigan menunjukkan, anak yang menghabiskan waktu dengan menonton TV cenderung lebih agresif. Apalagi kalau yang ditontonnya adalah tayangan yang buruk dan penuh dialog kasar. Anak bisa terdorong untuk melakukan hal yang sama.

Sementara itu, Mary Win dalam bukunya The Plug-In-Drug dan Unplugging The Plug-In-Drug mengungkapkan sejumlah dampak menonton televisi bagi anak-anak. Antara lain bisa menimbulkan ketagihan dan ketergantungan serta pola hidup konsumtif di kalangan anak-anak. Anak-anak akan merasa pantas untuk menuntut apa saja yang ia inginkan, alias anak akan menuntut gaya hidup borju.

Psikolog yang biasa mengasuh rubrik Anda dan Buah Hati di sebuah majalah keluarga, Evi Elvianti pada eramuslim mengungkapkan, dari tayangan TV seorang anak bisa meniru pola-pola perilaku baru yang bisa mereka pelajari. Dan yang memprihatinkan pola-pola perilaku baru itu kebanyakan yang bersifat negatif. Karena buat seorang anak, ketika ia menonton TV, yang ia serap hanyalah bentuk tayangan atau tampilannya saja.

“Karena usia mereka belum mampu untuk menangkap nilai moral apa sebenarnya yang ingin disampaikan dari tayangan tersebut. Biar bagaimanapun, unsur hiburan menjadi alasan utama bagi anak-anak ketika melihat sebuah tayangan tivi,” jelas Evi.
Evi sependapat kalau menonton tv bisa menjadi candu bagi anak-anak. Namun Evi lebih menekankan dampak kecanduan ini hanya bagi anak-anak yang tidak punya alternatif kegiatan lain di rumah. Padahal menurut Evi, tidak sulit untuk memberikan kegiatan alternatif pada anak-anak agar tidak mengisi waktu luangnya hanya dengan menonton tivi. Misalnya, setelah satu jam menonton TV, si anak diajak bermain dengan kakaknya, kemudian membantu ibunya.

Terlepas dari baik buruknya tayangan televisi yang ditonton seorang anak, pola menonton tivi yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak.

“Yang pertama, ketrampilan anak jadi kurang berkembang. Usia anak adalah usia dimana si anak sedang mengembangkan segala kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan mengemukakan pendapat. Dampak lainnya, disadari atau tidak, perilaku-perilaku yang dilihat di TV akan menjadi satu memori dalam diri si anak dan akibatnya si anak menjadi meniru yang bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari, kalau tidak segera diantisipasi,” papar Evi.

Jadi jangan heran, kalau orangtua melihat tingkah anaknya yang kasar atau suka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, meski orang tua setengah mati meyakinkan bahwa mereka tidak pernah mendidik anaknya seperti itu. Bisa jadi, itu akibat pola menonton tv yang tidak terkontrol.
Psikolog Evi Elvianti mengungkapkan, untuk usia anak-anak sampai 12 tahun, rentang waktu menonton tivi hanya 1 jam saja. Evi juga mengingatkan, anak-anak di bawah usia 2 tahun, sebaiknya jangan dibiasakan menonton televisi.

Dampak pola menonton televisi yang tidak terkontrol sudah terlihat di kalangan anak-anak. Kepala Bagian Kajian Anak dan Media Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia-YKAI Guntarto mengungkapkan, anak- anak sekarang mengalami kesulitan konsentrasi dalam tingkat yang cukup mengkhawatirkan.
“Di kepala anak-anak itu dunianya betul-betul sudah dunia TV. Mereka jadi malas belajar dan malas berkompetisi,” ujarnya.

Untuk sementara ini, karena belum ada regulasi yang jelas soal kriteria tayangan televisi, Guntarto menilai peran orang tua menjadi penting. YKAI juga menyarankan, agar waktu menonton tivi bagi anak-anak tidak lebih dari 2 jam. Untuk itu YKAI pernah menyarankan agar tayangan program anak di televisi untuk pagi hari dimulai dari jam 7 sampai jam 9 pagi, dan untuk sore hari mulai jam 3 sampai maksimal jam 6 sore.

Di Indonesia, menurut penelitian YKAI, anak-anak menghabiskan waktu sampai 35 jam per minggunya untuk menonton televisi. “Artinya rata-rata per harinya anak-anak menonton televisi selama 5 jam. Kalau kebiasaan menonton televisi sudah dibiasakan sejak kecil, kesulitan konsentrasi akan menjadi hal yang menakutkan dan bisa terbawa sampai dewasa. Selain itu juga akan mengurangi pemahaman anak-anak tentang bagaimana meraih kesuksesan. Di TV mereka selalu melihat orang kaya, cantik, sehingga mereka tidak mengetahui bagaimana sesungguhnya dalam kehidupan nyata mencapai proses seperti itu,” papar Guntarto.

Sama seperti Guntarto, Psikolog Evi Elvianti menekankan pentingnya peranan seluruh anggota keluarga untuk mengontrol pola menonton TV bagi anak-anaknya. Caranya, orang tua bisa menetapkan dan mensosialisasikan pada seluruh keluarga termasuk pembantu rumah tangga, tentang aturan main waktu menonton televisi.
“Orang tua juga bisa mengintensifkan komunikasi dengan anak-anaknya di rumah melalui telepon misalnya, dan menanyakan acara tivi apa yang sedang si anak tonton pada saat itu,” ujar Evi.

Jadi sebetulnya, anak-anak ini sekarang telah memiliki “pengasuh/pendidik/pengajar/guru (atau sebutan sejenis)” yang baru, yaitu TELEVISI. Sekarang tinggal bagaimana sikap para orangtua, guru, dan semua komponen bangsa ini terhadap masalah diatas, relakah mereka ini “diduakan” oleh anak-anak dengan televisi.(
averochme).
Diterbitkan juga di SD Muhammadiyah Program Khusus Pracimantoro

Minggu, 22 Maret 2009


Melayangkan pikiran pada sebuah tempo disertai sebuah lagu adalah pekerjaan yang melenakan. Bagaimana tidak, sebuah lagu akan membawaku pada momen-momen terindah dalam hidup yang pernah kulalui seakan aku kembali pada masa itu. Terkadang aku berpikir mengapa cepat sekali waktu berlalu dan kutinggalkan begitu saja rasa manis pada sebuah kenangan tapi aku juga sadar bahwa kenangan hanyalah kenangan, cukup untuk dikenang dan tak perlu diingat-ingat.